Jakarta – Bali dinilai terlalu ugal-ugalan membangun sarana akomodasi, seperti hotel dan villa. Sampai-sampai membangun tak sesuai aturan, termasuk memotong tebing.
Dalam menunjang pariwisata Bali yang tengah naik daun usai pandemi Covid-19, pembangunan sarana akomodasi seperti hotel dan vila banyak dilakukan. Kawasan dengan pemandangan eksotis, seperti tepi pantai hingga bibir tebing menjadi incaran.
Prof. Dr. Drs. I Putu Anom, M.Par selaku Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana sekaligus pemerhati pariwisata menilai pembangunan hotel dan vila kini sudah mulai berdampak buruk pada alam Bali.
“Saya mengamati, sekarang sudah banyak pembangunan dan izin yang dikeluarkan terkait pembangunan hotel, khususnya di Bali selatan. Tapi pembangunannya itu di tepi pantai, sungai, atau di tepi jurang. Jadi, ini bisa merusak alam, kan itu salah ya,” kata Anom.
Menurut Anom, seharusnya pemerintah memiliki aturan yang tegas. Terutama, terkait tata ruang dan peruntukan lahan. Itu untuk mencegah para investor membangun sarana akomodasi di lokasi yang tak semestinya.
“Pemerintah tidak boleh obral izin pembangunan hotel. Harus ada aturan tata ruang yang ketat dan jelas, peruntukan lahannya,” kata Anom.
Dengan slogan Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Anom menghimbau pemerintah Provinsi Bali dan seluruh warga Bali bisa ikut andil dalam menjaga dan merawat alam Bali. Ia juga berharap Nangun Sat Kerthi Loka Bali tak hanya menjadi slogan semata.
“Kita harus menjaga alam Bali. Namanya juga slogan Nangun Sat Kerthi Loka Bali, tidak boleh merusak alam terus-terusan. Masak tebingnya dibegitukan. Kalau ada bencana kan kita juga yang repot,” ujar Anom.
“Saya khawatirkan suatu saat itu jebol. Jadi pemerintah harus tegas, tidak boleh mengejar PAD saja dan jangan mengobral izin tanpa memperhatikan lingkungan kita,” dia menambahkan.
Anom juga menyentil masifnya pembangunan sarana akomodasi di Bali, khususnya Bali Selatan akan berdampak pada semakin ketatnya persaingan antar hotel dan menimbulkan perang tarif.
“Hotel-hotel melati di Bali itu sudah banyak. Kalau hotel yang atas menurunkan harga, tentu yang di bawah jadi merana. Kasihan warga lokal yang punya hotel melati, hotel bintang satu sampai tiga, itu kan bisa kalah saing,” ujar dia.