Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya mencatat peningkatan kasus diabetes sebanyak 70 kali lipat pada 2022 dibandingkan 2010. Sekitar dua dari 100 ribu anak mengidap diabetes, pasien termuda yang sejauh ini ditemui bahkan berada di usia 13 tahun.
Peningkatan tren kasus diabetes juga disebabkan gaya hidup tidak sehat termasuk tingginya konsumsi gula pada pangan olahan maupun siap saji. Menurut Ketua IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA (K), pemerintah harus tegas membatasi peredaran makanan dan minuman tinggi gula.
“Saya kira sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian, sebagaimana pada bahaya rokok, terhadap bahaya gula ini,” ujar Piprim, dalam temu media daring, Selasa (26/11/2024).
dr Piprim menyarankan untuk pemberian label keterangan gula pada setiap makanan atau jajanan anak, yang bisa mudah dimengerti. Misalnya diberikan dalam gambaran takaran sendok.
Selama ini, peredaran makanan dan minuman tinggi gula relatif dianggap tidak berbahaya, tidak seperti ‘awareness’ risiko merokok/
“Ditambah, pada kemasan rokok terdapat tulisan ‘rokok dapat membunuhmu’. Tapi kalau gula? Sampai saat ini kita belum melihat peringatan terhadap minuman atau makanan yang mengandung gula tinggi.”
Pasalnya, dr Piprim menekankan sebagian besar makanan dan minuman yang beredar di pasaran mengandung gula dan pemanis buatan yang bila dikonsumsi secara jangka panjang, tentu membahayakan tubuh. Pada anak, kadar glukosa bisa meningkat dan menurun dengan cepat.
Efek ini jelas membuat anak menjadi rentan tantrum, mudah marah, mengamuk, kelaparan, dan mengidam makanan manis untuk meredakan kondisinya. “Begitu terus, sehingga terjadi lingkaran setan, dan akhirnya anak menjadi adiksi, over-nutrisi, over-kalori, dan akhirnya terjadilah PTM seperti diabetes melitus, hipertensi, ginjal, dan lain sebagainya,” wanti-wanti dr Piprim.